Bawaslu Ajak Perempuan Berdialog Untuk Jawa Tengah
|
Dari Kiri- Kordiv Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Semarang Ummi Nu’amah, Kordiv Pengawasan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Anik Sholihatun, dan Aktivis Perempuan Dewi Nova Wahyuni pada Sosialisasi Pangawasan Partisipatif bertajuk “Dialog Perempuan Untuk Jawa Tengah” – PO Hotel Semarang, Selasa (20/10/2019).
SEMARANG – Bawaslu Provinsi Jawa Tengah melaksanakan kegiatan sosialisasi pengawasan partisipatif bertajuk “Dialog Perempuan untuk Jawa Tengah”, Selasa (22/10/2019). Bertempat di PO Hotel Semarang, hadir 140 peserta yang terdiri dari anggota DPD RI, Anggota DPRD Provinsi Jateng Perempuan, Komisioner Perempuan, Pimpinan/Kepala Lembaga, Aktivis Perempuan, Ormas Perempuan, Civitas Akademika Perempuan, LSM Perempuan, Praktisi Hukum Perempuan, serta Jurnalis Perempuan.
Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, M Fajar Saka, dalam sambutannya menyampaikan jika Pemilu merupakan salah satu sarana demokrasi, adapun tujuan akhirnya adalah kesejahteraan rakyat dan kebahagiaan masyarakat. Memahami posisi Pemilu semacam itu, maka sesungguhnya menjadi tugas Bawaslu untuk melakukan pengawalan proses Pemilu dan pasca Pemilu.
Pengawasan terhadap Pemilu 2019 sebenarnya sudah rampung dengan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden pada Minggu (20/10/2019). Namun, sesungguhnya Pemilu belum bisa dikatakan usai. “Menjadi tanggung jawab etik kita untuk memastikan Pemilu ini benar-benar bisa mewujudkan Kesejahteraan Rakyat,” kata Fajar.
Dialog dikemas apik, dengan menghadirkan dua narasumber perempuan, yaitu Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Anik Sholihatun dan Aktivis Perempuan Dewi Nova Wahyuni. Bertindak sebagai moderator ialah Ummi Nu’amah, Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Semarang.
Isu-isu terkait persoalan perempuan dibahas dalam diskusi. Berbagai ide, pendapat, dan gagasan peserta disampaikan pada kesempatan ini. Mulai dari isu kuota 30% perempuan yang dipandang hanya digunakan sebagai formalitas belaka, sulitnya perempuan menjadi pimpinan diparlemen, hingga persoalan regulasi terhadap afirmasi kepentingan perempuan yang dianggap belum maksimal.
Di akhir dialog ini, dikemukakan akan pentingnya dorongan bagi perempuan untuk maju dalam kontestasi politik pada pemilihan kedepan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu membangun jaringan yang kuat bagi perempuan, dilaksanakannya program-program khusus untuk perempuan, serta pengawalan kesetaraan gender dengan regulasi yang kuat.